Kamis, 17 November 2011

CERPEN: PERI KECIL DI BALIK PUISI


   Hari itu pun tiba, saat Bimo tampil di depan guru dan murid-murid yang lainnya yang sudah menantikan penampilan nya. Langkah kaki nya mengantarkan dirinya ke atas panggung, perlahan ia mulai membacakan puisi yang ia buat untuk sahabat nya…
Best Friend
Dirimu adalah kebahagiaan untukku
Kehadiranmu adalah kekuatan untukku
Dimatamu terpancar cahaya
Yang mengantarku menuju masa depan
Bersama jejak kakimu
Aku melangkah
Menelusuri jalan yang indah
Sahabat
Begitu berharga dirimu untukku
Tak mudah menemukan orang sepertimu

Dengan penuh penghayatan ia membacakan puisi tersebut, sejenak membuat yang mendengar nya terdiam,  merasa tersentuh hati nya oleh puisi Bimo seluruh penonton menepuk tangan mereka.
“Bim, puisi mu tadi keren banget…..” jelas Dinda gadis tomboy  teman sekelas Bimo.
“Masa sih? Kaya nya biasa aja,”
“Mungkin bahasa nya biasa aja Bim, tapi isi dari puisi mu itu, bikin aku  sama anak-anak yang laen sadar betapa penting nya seorang sahabat,”
“Ya, semoga aja anak-anak yang laen sadar kalo sahabat itu orang yang penting bagi kehidupan kita,”
“Yaudah deh Bim, ku mau maen futsal dulu…. Kamu gk ikutan???,”
“Udah kamu  duluan aja, aku  masih ada urusan,”
“Yaudah aku pergi dulu ya, daaaah…” Dinda pun berlalu menelusuri koridor-koridor sekolah menuju lapangan futsal yg ada d belakang sekolah.
            Dari hobi nya membuat puisi Bimo sudah bisa menghasilkan uang sendiri, ia sering mengirim puisi-puisi nya ke redaksi majalah-majalah remaja. Belakangan ini ia sering menuliskan puisi-puisi yang bertemakan cinta.
“Bim, puisi mu dimuat di majalah lagi ya?”
“ udah ku kirim sih, tapi gak tau diterima apa nggak,”
“Nih puisi mu bukan?” Dinda memperlihatkan sebuah majalah yang memuat puisi dari Bimo.
“Eh iya ini puisi ku,”

“Wah hebat kau Bim, dapet inspirasi dari mana sih?” Bimo hanya tersenyum dan hny  berkata “peri kecilku”
“siapa tu????” tanya dinda kembali
Tapi bimo hny tersenyum dan bergegas pergi

            Pertanyaan Dinda barusan bukan yang pertama bagi Bimo, teman-teman yang lain nya juga sering sekali menanyakan tentang hal itu, mereka pikir pasti ada seseorang yang membuat tangan nya dapat dengan mudah menari di aas kertas menggoreskan kata-kata indah yang penuh makna.
            Bu Melda guru bahasa Indonesia di sekolah Bimo, menyuruh murid-murid nya membuat puisi dan dibacakan di depan kelas untuk pengambilan nilai akhir semester, Bimo sangat gembira mendengar hal itu, karena ia sangat mencintai tugas seperti itu.
“Bim, bikinin aku puisi dong buat pengambilan nilai nanti,” Dinda merayu Bimo yang sedang sibuk dengan es jus nya.
“Gak mao ah…tar aku diomelin bu Melda,”
“Ya kau kan temen ku, gak bakal ketauan deh,”
“Kalo bikinin ku gak bisa, tapi kalo bantuin gua InsyaAllah bisa,”
“Yaudah tar qku ke rumah mu ya,”
“Tapi kau bantuin aku ngerjain PR fisika ya,”
“Okay, jam 3 aku nyampe di rumah mu,”
            Begitulah Bimo meski ia pandai membuat puisi, tetapi ia tidak pernah mau bila disuruh membuat puisi buat orang lain.

            Seperti janji nya di sekolah, tepat jam 3 sore Dinda tiba di rumah Bimo, Bimo juga sudah menantikan kehadiran Dinda.
“Kita ngerjain PR fissika nya dulu aja yuk,” Bimo memulai percakapan diantara mereka.
“Gak mao ah, bikin puisi nya aja duluan,”
“Dasar cewe, emang mao nya sselalu duluan,”
            Keduanya pun terhanyut dalam suasana senja, kata-kata yang indah telah terukir manis di atas kertas yang semula tak berisi apapun. Mentari dan pelangi senja pun  telah memberikan inspirasi yang sangat besar untuk mereka.
“Wah Bim, kayak nya puisi ku dah selesai nih,” Dinda menunjukkan selembar kertas yang bertuliskan puisi nya kepada BImo.
“Hmm….bagus juga, tapi ada kata-kata yang kurang pas deh,”
“Tapi kan dah dpet bgt inti dari puisi ini,”
“Iya aku ngerti, tapi pemilihan kata dalam puisi itu penting banget lho,”
“Owh begitu, yaudah perbaikin dong,”
            Hari pun semakin gelap. Mereka telah selesai mengerjakan semua pekerjaaan mereka.
“Bim, sebelum aku pulang aku mao liat puisi yang bakal lo bacain besok boleh ga?”
“kayak nya ga bisa deh,”
“Kok gitu sih?”
“Ya…biar jadi surprise aja,”
“Kalo pertanyaan ku  yang kemaren bisa di  jawab sekarang ga?”
“Pertanyaan yang mana?”
“Yang soal peri kecil mu , anak-anak juga udah pada penasaran lho,”
“Hmm….kayak nya semua pertanyaan itu bakal aku  jawab besok melalui puisi ku,”
“Yang bener?”
“Iya, aku  janji,”
“Yaudah aku balik dulu ya, dah mau maghrib,”
            Bimo pun menemani langkah Dinda menuju pintu pagar rumah nya, tak lupa Dinda berpamitan kepada kedua orang tua Bimo.
             Dengan mengendarai sepeda motor kesayangan nya dinda pun hilang di telan kejauhan
            Saat pengambilan nilai membaca puisi pun tiba, semua telah siap dengan puisi nya yang terbaik, termasuk Bimo dengan puisi yang dia anggap special ia telah menyiapkan diri nya matang-matang. satu persatu para siswa membacakan puisi nya di depan kelasi tiba saat nya giliran Bimo yang membacakan puisi nya.
            Mungkin inilah penampila yang telah di nanti-nantikan oleh seisi kelas tersebut, pemuda yang terkenal dengan puisi-puisi indah nya telah bersiap dengan penuh karisma yang ia miliki, nampak nya ada yang berbeda dengan diri Bimo saat ini, ia terlihat gugup tidak sepertibiasanya. Tak lama kemudia ia pun muai berbicara di depan kelas.
“Baik lah saya akan membacakan puisi dan menjawab pertanyaan teman-teman semua tentang siapa yang menginspirasikan puisi-puisi saya,”
            Perlahan-lahan Bimo mulai membacakan puisi nya, yang mampu membuat teman-teman nya terdiam.

Gadis Manis dari ujung sumatra
Hembusan angin pantai yang menyapu jiwa
Menghempaskan ku, kedalam lembutnya pasir putih
Deruh ombak yang memekakan telingaku
Seakan memberikan ku sebuah pertanda
Akan hadirnya dirimu
Peri kecil  dari pantai mutun
Begitu kupanggil dirimu
Wajahmu seputih pasir di tepi pantai
Hatimu secerah mentari dikala senja
Gadis manis dari ujung sumatera
Kau lah inspirasi ku
            Setelah Bimo mengakhiri puisi nya, Dinda kaget dengan isi puisi dari Bimo tersebut, ia merasa ada sesuatu yang berkaitan antara puisi itu dengan dirinya.
            Setelah bel pulang berbunyi, Dinda segera menemui Bimo untuk menanyakan tentang gadis yang bimo maksud dalam puisi tadi.
“Bim aku minta tolong sama kau, untuk jelasin sama aku tentang gadis yang kau maksud di puisi mu tad?????i,”
“Dinda, kenapa  kau  belom ngerti juga? Selama ini yang jadi inspirasi ku tuh kamu din,”
“Gak mungkin, kamu bohong kan Bim?”
“Aku serius, sejak kita pertama kali  kau  pindah ke sekolah ini aku udah ada perasaan sammu,”
“Kenapa kamu  bisa tau kalau aku dari lampung?”
“Mungkin kamu gak pernah inget kejadian saat kamu hampir tenggelam saat lo maen selancar di pantai mutun ,”
“Maksud mu?
“Waktu itu gua lagi liburan di Lampung, dan saat aku main-main di pantai mutun alu ngeliat kau  jatuh dari papan selancar , lalu aku ngegotong kau sampai ke tepi. Aku yakin kau gak akan tau siapa yang bawa kau ke tepi pantai, karena saat itu kamu pingsan dan saat kamu sadar aku udah pergi ninggalin kau,”
“Jadi kau udah nyelametin aku  Bim? Tapi kenapa kau gak pernah cerita tentang ini ke aku?”
“Aku bukan orang yang bisa mengungkapkan perasaan nya dengan mudah, jadi selama ini aku cuma bisa ngungkapin perasaan ku sama kertas sampe jadi puisi-puisi yang kata orang itu semua puisi yang sangat indah,”
            Dinda terdiam, ia seakan tak bisa mengucapkan sepatah katapun. Ia masih belum bisa percaya dengan semua yag Bimo katakana kepadanya. Mungkin hari esok akan menjadi hari-hari yang berbeda antara dirinya dengan Bimo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar